MENJADI DESAINER BUSANA MUSLIM ATAU MUSLIM FASHION
Jika kita memiliki ketertarikan yang besar pada muslim fashion,
kita bisa mengambil peluang untuk menjadi seorang desainer busana
muslim. Kita tidak harus menempuh pendidikan formal di sekolah mode
untuk bisa menjadi seorang desainer profesional. Yang terpenting adalah
motivasi dan kemampuan kita untuk mencipkan desain dan kreasi-kreasi
baru yang bisa diterima di pasaran dengan baik. Saat kita memutuskan
untuk menjadi seorang desainer busana muslim, kita harus memastikan
bahwa kita tidak akan melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan
seperti tidak boleh menampilkan lekuk tubuh, tidak boleh transparan,
tidak boleh ketat, dan menutup aurat. Selain itu, ada beberapa tips yang
bisa kita ambil untuk menjadi seorang desainer busana muslim yang
sukses.
Tips pertama adalah selalu mengikuti perkembangan muslim fashion. Kita
bisa mencari tahu tren-tren berbusana muslim yang ada di negara-negara
lain seperti Turki, Malaysia, dan Mesir. Jika ada acara bazar atau
peragaan busana muslim, kita sebisa mungkin menghadirinya. Dengan
begitu, kita tidak hanya kan mengetahui perkembangan busana muslim
tetapi juga memperluas jaringan dengan desainer-desainer lain atau para
pemerhati mode busana muslim. Cara termudah untuk mengikuti perkembangan
busana muslim adalah dengan berlangganan news letter atau majalah
fashion. Memiliki sensitivitas dan pengetahuan yang baik tentang tren
busana muslim menjadi salah satu dasar atau pondasi yang harus dimiliki
oleh seorang desainer.
Tips kedua adalah menciptakan karakter atau ciri khas unik dari setiap
desain muslim fashion yang kita buat. Salah satu hal yang bisa
menggiring seorang desainer pada kesuksesannya adalah adanya ciri khas
tersendiri dari setiap desain atau karya yang diciptakan. Misalnya, kita
selalu menonjolkan warna-warna pastel dari setiap desain busana muslim
yang kita rancang. Dengan cara seperti itu, orang-orang bisa dengan
mudah mengenali desain tersebut dan langsung teringat pada kita yang
telah memberikan sentuhan tersendiri pada setiap desain yang kita buat.
Pada saat ada bazar atau peragaan busana muslim, kita bisa tampak lebih
menonjol dibandingkan dengan desainer-desainer lainnya.
Tips ketiga adalah memfokuskan desain muslim fashion kita. Kita bisa
saja membuat desain busana muslim untuk anak-anak hingga orang dewasa.
Namun, akan lebih baik jika kita bisa fokus pada satu area, misalnya
desainer busana muslim wanita yang aktif dan enerjik. Dengan begitu kita
bisa memfokuskan kekuatan kita dengan lebih maksimal dan desain yang
dihasilkan menjadi sangat sempurna. Atau kita bisa memfokuskan pada
membuat desain untuk gaun pengantin muslim dengan sentuhan-sentuhan khas
yang bisa membuat orang lain yang saat pertama kali melihatnya langsung
tahu bahwa desain tersebut adalah kita yang membuat.
Tips keempat adalah selalu menantang diri untuk menciptakan desain
busana muslim yang jauh lebih sempurna lagi. Akan ada banyak tantangan
yang dihadapi saat menjadi seorang desainer. Ada kalanya orang-orang
akan bosan dengan desain yang kita buat. Untuk mensiasati hal tersebut,
kita harus selalu menciptakan target-target baru, ide-ide segar, dan
inspirasi-inspirasi brilian di dalam mencipkan desain busana muslim.
Jika perlu, kita bisa menciptakan sebuah anomali tersendiri di tengah
tren busana muslim yang sedang marak saat ini, dengan tetap memerhatikan
aturan-aturan agama juga tentunya. Kita perlu menggali dan mengasah
kreativitas kita dalam menciptakan desain busana muslim yang akan
disukai oleh banyak orang. Tiada kepuasan yang lebih besar dibandingkan
dengan kepuasaan saat karya kita bisa dinikmati banyak orang.
(SUMBER, Busana Muslim Hijabers)
HIJAB TIPS and STYLE
Dian Pelangi, Anak Bawang Yang Menembus Dunia
Dian Pelangi yang bernama asli Dian Wahyu Utami ini patut diacungi
jempol. Diusia yang terhitung masih belia. Busana muslim rancangannya
dapat menembus pasar mancanegara.
dian pelangi
Dulu, ia menangis karena dicibir teman-temannya sebagai calon tukang
jahit. Kini, Dian Pelangi lahir dipalembang 14 januari. Saat ini dian
pelangi menjadi pengusaha termuda di Asosiasi Perancang Pengusaha Mode
Indonesia. Dan karya busana Dian disukai Putri Basma Bint Talal dari
Jordania.
Dian Pelangi menjadi salah satu pelangi dalam Jakarta Fashion Week
November lalu. Seusai menggelar karya pada pekan mode itu, sejumlah
penggemar menyerbu Dian. Mereka meminta tanda tangan dan berfoto
bersama. Penggemarnya adalah gadis-gadis muda anggota komunitas
Hijabers.
Dian memang beken di kalangan generasi muda yang menamakan diri
komunitas Hijabers itu. Anak-anak muda rela antre untuk mendapatkan
koleksi baru busana muslimah karya Dian. Ia menjadi acuan dalam hal mode
busana muslimah. Dian ingin perempuan muslim selalu tampil fashionable.
Di beberapa kota, seperti Aceh, Bandung, dan Makassar, Dian rutin
berbicara tentang mode busana muslimah. Ia kini hampir tak pernah ada di
rumah karena padatnya jadwal sebagai pembicara sekaligus memperagakan
cara berjilbab.
Kami menemui Dian yang ramah dan murah senyum di salah satu butik
miliknya di Bintaro, Tangerang, Banten. Matanya yang bulat besar selalu
lekat menatap lawan bicara. Dian terlihat lebih dewasa daripada usianya.
Pencapaian yang diraihnya juga melesat jauh melampaui umurnya.
Karya-karyanya telah menembus pasar dunia. Putri Basma Bint Talal dari
Jordania menjadi salah satu pelanggannya.
”Kadang saya merasa terlalu muda. Tapi, jika terus berpikiran begitu,
saya tidak akan mencapai apa-apa,” kata Dian. ”Harus kerja keras waktu
muda, tapi buahnya manis. Saya bangga jadi inspirasi anak muda,” kata
perempuan yang bernama lengkap Dian Wahyu Utami ini.
Bisnis orangtua
Ketika Dian lahir, orangtuanya mulai berbisnis kerudung dari kain
pelangi Palembang. Butik busana muslim itu lalu dinamai Dian Pelangi
yang kini menjadi nama merek sekaligus nama julukan Dian.
Dari kecil, Dian sudah dipersiapkan orangtuanya untuk melanjutkan bisnis
keluarga. Ada satu masa ketika Dian merasa hidupnya terlalu diatur. Ia
sempat berontak ketika ”dipaksa” sekolah di Jurusan Tata Busana SMK I
Pekalongan, Jawa Tengah.
”Dulu sempat nangis-nangis tiap pulang sekolah karena dicibir
teman-teman sebaya, dikiranya Dian cuma akan jadi tukang jahit,” tambah
Dian. Sebagian dari teman-teman SMK-nya itu kini sudah menjadi karyawan
Dian. Begitu lulus SMK, Dian ingin sekolah di Milan, Italia, atau Paris,
Perancis, tetapi dilarang dengan alasan masih di bawah umur. Dian
kemudian mengambil alih pengelolaan bisnis batik dari orangtua. Tiga
tahun dikelola Dian, butik orangtuanya yang dulu ada di empat kota telah
berkembang ke sembilan kota, termasuk sebuah gerai di Malaysia. Saat
ini jumlah karyawan Dian lebih dari 700 orang.
Sebagai desainer muda, Dian jeli menangkap selera pasar. Ia menciptakan
busana muslimah berbahan kain tradisional yang siap dipakai dan
tergolong murah. Dia fanatik dengan bahan baku kain tradisional yang
diproduksi sendiri, seperti kain jumputan, songket palembang, dan batik
pekalongan.
Permintaan membuka butik di luar negeri, seperti di Timur Tengah dan
Eropa, terus berdatangan, tetapi Dian belum menyanggupi karena kendala
produksi. Selembar busana muslim berbahan batik, misalnya, membutuhkan
proses produksi hingga tiga bulan.
Sejak 2009, Dian mulai menembus pasar Timur Tengah. Saat itu ia sempat
kesal ketika beberapa kerabat melarangnya membawa batik karena dianggap
tidak akan laku. ”Dian nekat bawa jubah batik hitam. Hanya bawa satu
kopor dan ludes terjual,” ujarnya. Debut Dian diawali saat mengikuti
peragaan busana di Melbourne, Australia. Pertengahan Desember ini, Dian
akan turut dalam peragaan busana di Paris. Ia mengusung busana muslim
musim dingin dengan inspirasi gaya Rusia.
Model
Dian juga sangat suka berperan sebagai model. Foto-fotonya menjadi
identitas tersendiri bagi merek Dian Pelangi. ”Kalau di butik tidak ada
foto Dian, pasti dikira palsu, ” tambahnya.
Sejak kecil, Dian selalu ingin tampil seperti peragawati, ia
memperagakan baju-baju di depan tamu yang datang ke butik ibunya di
Pekalongan. Ia juga tekun membuat pola-pola baju untuk dipakai sendiri
atau mendandani bonekanya. Sebagai model, dengan postur tubuh semampai
172 sentimeter, Dian terlihat semakin tinggi karena ia sangat suka
memakai sepatu berhak setinggi 15-20 cm. ”Lebih tinggi lebih bagus. Saya
lebih pede dengan high heels,” katanya.
Sehari-hari ia memakai sepatu berhak 7 cm. Karena ukuran kakinya 41,
Dian sering kesulitan membeli sepatu. Maka ia pun kadang mendesain
sepatu sendiri agar sesuai dengan imajinasinya. ”Aku perfeksionis dalam
hal penampilan. Pengin total dari ujung kaki sampai ujung kepala,” kata
Dian.
Jika penat dengan padatnya jadwal, Dian menghibur diri dengan lagu-lagu
Melayu, di antaranya ”Engkau Laksana Bulan” yang dulu dipopulerkan P
Ramlee dan kemudian oleh Sheila Madjid. Dengar Dian berlagu, ”Engkau
laksana bulan. Tinggi di atas kayangan.”
Sumber Forum Tempo
President of HC is Jenahara Nasution
Jenahara adalah salah satu pendiri Hijabers Community (HC) berdiri 27 november 2010.
Dalam majalah hijabers community sosok jenahara berkata bahwa “the
different between fashion and style is quality. Jenahara atau yang akrab
disapa dengan nama jehan bercita-cita untuk mengangkat fashion muslimah
ke level yang lebih tinggi. Sosok muslimah yang friendly ini mengaku
perfeksionis dalam melakukan hal apapun termasuk dalam hal mendesain
pakaian. Ketika ditanya alasannya memakai hijab, ia dengan sigap
mengatakan “berhijab adalah sebuah kewajiban bagi kaum muslimah, dengan
berhijab saya merasa dekat dengan-Nya.”
Jehan, Hijab Membuat-Nya Sukses Menjadi Desainer
Jilbab tak membuatnya ‘terkekang’ oleh keadaan, justru ia sukses
karenanya. Kini, bersama komunitasnya, anak Ida Royani ini ingin
mengembangkan busana muslim sebagai ikon baru dunia fashion
Hijabers Community (HC) memang baru berdiri pada November 2010, namun
mengenai jumlah anggota jangan ditanya. Komunitas ini memiliki ribuan
anggota, bahkan sudah mencapai sekitar 7000 orang di seluruh Indonesia.
Dengan jumlah sebesar itu, HC ingin melebarkan sayap sampai ke luar
negeri.
“Sebagai ketua, Insya Allah saya ingin mengembangkan HC tidak di
Indonesia saja. Melainkan sampai ke luar negeri,” ujar Ketua Hijabers
Community, Nanida Jenahara atau akrab disapa Jehan .
Untuk menggapai hal tersebut, beberapa langkah telah dilakukan agar
impian tersebut terwujud. “Sebelum ke luar negeri, kita kita akan
kuatkan dulu didalam,”
Menurut Jehan, Islam di Indonesia perkembangannya sangat pesat. Itu
merupakan kesempatan HC untuk menjaring sebanyak mungkin anggota.
Memang, lanjut Jehan, awalnya sangat berat. Apalagi, ada beberapa yang
menganggap mereka hanya kumpulan orang-orang pengusung fashion saja.
Maklum, HC terbentuk dari orang-orang yang menonton fashion show. Mereka
melihat pertunjukan fashion, karena beberapa teman mereka menjadi salah
satu desainer pakaian yang akan ditampilkan.
Nah, agar tidak dicap sebagai sosialita jilbab, mereka pun memutuskan
membentuk HC. Di HC mereka mengadakan pengajian, lalu melakukan kegiatan
sosial dan para anggotanya bisa saling sharing mengenai berbagai hal.
Hasilnya, banyak orang yang pro terhadap mereka lantaran sangat jarang
sekali kegiatan itu dilakukan, terlebih oleh anak-anak muda.
Sukses menjadi desainer busana muslim
Melalui HC pula, mereka ingin membuka wawasan orang mengenai penggunaan
jilbab. Lantaran selama ini banyak orang beranggapan memakai jilbab akan
membatasi ruang gerak penggunanya. Justru, kata perempuan kelahiran
Jakarta 27 Agustus 1985 ini, dengan memakai jilbab akan sukses.
Jehan sendiri memakai jilbab sejak kecil atau sebelum bergabung dengan
HC. Dia memakai jilbab karena sudah jalan hidupnya. Terlebih dia lahir
dari pasangan muslim, Keenan Nasution dan Ida Royani. Jehan ditunjuk
menjadi ketua HC melalui rapat. Dalam menjalankan tugas, istri dari Ari
Galih Gumilang ini dibantu oleh para anggotanya.
“Kita saling gotong royong,” jelas ibu dari Rosemary Malika Zuri yang berusia tiga tahun ini mantap.
Mewarisi Ida Royani
Jehan desain baju dengan nama Jenahara
Sebagai anak desainer Ida Royani, Jehan mewarisi darah sang bunda dalam
mendesain pakaian. Bahkan, dia sudah memiliki brand baju sendiri dengan
nama Jehanara. Menurutnya, ia bisa seperti itu tak lepas dari peran sang
ibu.
Maklum sejak usia empat tahun ia sudah diperkenalkan Ida Royani terkait
berbagai macam bahan. “Dari sana saya mulai bercita-cita menjadi
desainer,” imbuh Jehan.
Demi mewujudkan cita-citanya, ia mengambil kursus di Pattern Design
Esmod, lalu menimba ilmu di Susan Budihardjo Fashion Design School.
Berbekal pendidikan serta belajar dari sang Bunda, Jehan bersama dua
orang temannya memberanikan diri membuat pakaian ready to wear.
Namun tak berlangsung lama lantaran ia lebih ‘sreg’ mendesain pakaian
muslim. Jehan pun memantapkan diri menjadi salah satu desainer pakaian
tersebut dengan menggunakan merek Jehanara.
Meski dirinya dan sang mama sama-sama bergerak dibidang pakaian muslim,
namun desain mereka memiliki perbedaan. Sang bunda, kata Jehan, lebih
cenderung menyukai warna gelap dan bersifat etnik semisal mengambil
bahan tenun dari NTT. Sementara ia condong ke warna warni dan simpel.
Bahan yang kerap Jehan gunakan adalah kaos atau katun lantaran sejuk
digunakan. Harga pakaian buatan Jehan sekitar Rp 150-900 ribu. Selain
pakaian, Jehan membuat rok pula. Harga berkisar ratusan ribu, namun
tidak mengecewakan pembeli. “Karena bahannya bagus, buatnya juga susah,”
ucap Jehan sembari tersenyum.
Berhubung Jehan mempunyai merk sendiri, ia memperkerjakan tukang jahit
khusus. Baginya, pakaian bagus bila jahitannya rapi. Cara seperti itu
diperolehnya dari sang bunda. “Patokan pakaian, ya pada jahitan. Kalau
di luar bagus, tapi jahitan di dalamnya jelek sangat disayangkan.
Apalagi bila harganya mahal,” ucap Jehan.
Untuk itu, Jehan sangat memperhatikan jahitan pakaian-pakaiannya. Ia pun
akan detail memeriksa. “Sebab, saya sangat mengedepankan kualitas,”
tandasnya.
sumber : http://www.tifaniangnila.com